Di era yang serba sulit ini, nyawa kadang menjadi sangat murah. Seperti insiden yang terjadi perbatasan Kabupaten Gowa-Kabupaten Takalar, sekitar 30 kilometer selatan Kota Makassar. Bentrok warga ini menyebabkan tiga orang tewas.
Gara-gara memperebutkan lahan di tapal batas, tiga orang terpaksa melayang nyawanya menyusul bentrokan antar-warga yang memperebutkan lahan seluas 1,45 hektare di perbatasan Kabupaten Gowa dengan Takalar, Minggu (23/11).
Bentrokan melibatkan warga Dusun Bilampang, Desa Tanakaraeng, Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa dengan warga Dusun Jene Tallasa, Desa Toata, Kecamatan Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar.
Salah satu korban yang tewas adalah adalah Kepala Dusun Jene Tallasa, Takalar, Daeng Nompo (45). Sedangkan dua korban tewas lainnya adalah warga Gowa, Saharudin Daeng Lawa' (45) dan Daeng Rahim (60) yang juga mertua Saharudin.
Satu orang korban lainnya, Baharudin Daeng Nompo (41), saudara Haerudin, dilarikan ke Rumah Sakit Umum (RSU) Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassat, karena mengalami luka parah. Hingga tadi malam, korban masih dalam keadaan kritis dan menjalani operasi di RSU Wahidin.
Bentrokan juga menyebabkan satu rumah warga di wilayah Gowa dibakar oleh kelompok warga dari wilayah Takalar yang menyerang desa bertetangga tersebut.
Rumah yang terbakar adalah milik Mamak Daeng Pasang (45). Rumah terbuat dari kayu tersebut habis terbakar dan hanya menyisakan atap seng saja.
Mamak diamankan ke Mapolres Gowa. Dia dimintai keterangan karena diduga sebagai pelaku pembunuhan Dg Nompo.
Untuk meredakan ketegangan, aparat kepolisian dari Polresta Gowa dan Polres Takalar dikerahkan ke lokasi untuk meredam ketegangan.
"Kita sementara tempatkan 15 polisi di sekitar rumah duka. Situasi sudah bisa dikendalikan. Tim masih melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi," kata Kapolresta Gowa AKBP Raden Purwadi seperti dikutip Tribun Timur, Senin(24/11).
Informasi yang dihimpun menyebutkan, kejadian berawal saat salah satu kelompok bermaksud menanam jagung di lahan tersebut. Namun kejadian tersebut memancing amarah kelompok lain. Kedua pihak tidak mau mengalah dan akhirnya terjadilah persitiwa berdarah tersebut.(Rusdy Embas)
Senin, 24 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar