Senin, 24 November 2008

17 Anggota DPRD Maros Terancam Jadi Tersangka

Rakyat mestinya berhato-hati memilih calon legislatif. Pengalaman menunjukkan banyak anggota legislatif yang ternyata tidak bekerja untuk rakyat tetapi bekerja untuk memperkaya diri sendiri. Tak heran jika banyak anggota yang terseret kasus korupsi dan kini menunggu giliran untuk digiring ke sel.
Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Maros, Nurzal Pewadjoi, membuat pengakuan tertulis yang membeberkan keterlibatan 17 anggota DPRD setempat dalam kasus pengadaan tiga unit mobil dinas (mobdin) yang menyeretnya sebagai tersangka kasus korupsi.
Di dalam surat yang diketik dengan komputer sebanyak dalam dua lembar yang berisi empat halaman, Nurzal menyebut Wakil Ketua DPRD Andi Fachry Makkasau (Golkar) dan Wakil Ketua DPRD dari PAN, Hatta Rahman, ikut mengetahui pengadaan mobil tersebut.
Terdapat 16 anggota panitia anggaran di DPRD Maros menyetujui pengadaan tersebut pada tahun 2004-2005, termasuk putri Bupati Maros Andi Nadjamuddin Aminullah, Andi Emma.
Surat tersebut disampaikan kepada Tribun, Senin (24/11). Kabarnya, surat tersebut juga disampaikan kepada sejumlah anggota DPRD setempat dan kepada penyidik Kejaksaan Tinggi Sulselbar di Makassar.
"Setelah menjalani pemeriksaan, sekwan membuat catatan kronologis tiga kendaraan dinas (randis) DPRD Maros untuk diserahkan kepada Kejati Sulselbar," begitu kalimat pada surat tersebut.
Dalam surat tersebut, Nurzal yang kini ditahan di Rutan Klas I Makassar mengakui pengadaan tiga unit mobil Nissan tersebut tidak sesuai prosedur.
"Jika ditelusuri kronologis dari tanggal ke tanggal, maka proses pembayaran, secara jujur saya mengakui jika proses pengadaan kendaraan tersebut tidak sesuai prosedur," katanya dalam pernyataan tersebut.
Dalam surat tersebut, Nurzal yang ditahan sejak 12 November lalu juga menuliskan kronologis proses pengadaan mobil itu terjadi.
Menurutnya, pengadaan bermula pada 24 Desember 2004.
Saat itu, Wakil Ketua DPRD Maros Andi Fahry Makkasau dinatarkan mobil Nissan oleh anggota panitia anggaran, Arfan Abdullah alias Andi Opang.
Opang dan Fahry kemudian disebut-sebut akan ditetapkan sebagai tersangkan oleh Kejaksaan Tinggi Sulselbara dalam kasus yang sama.
Selanjutnya, pada 27 Desember 2004, Fahry menggunakan kendaraan tersebut ke sekretariat DPRD. Pada 10 Januari 2005, kembali didatangkan dua unit Nissan yang diperuntukkan untuk ketua DPRD Maros Burhanuddin dan Wakil Ketua DPRD Maros Hatta Rahman.
Beberapa hari kemudian, setelah kedatangan mobil tersebut, Fahry bersama Opang memperkenalkan Faizal kepada Nurzal sebagai rekanan yang telah mengadakan tiga mobil.
Seminggu kemudian, Hatta mengganti mobil tersebut dengan Mitsubishi Grandis. Tidak cukup sepekan, mobil tersebut kemudian diganti lagi dengan Toyota Kijang Innova.
Selanjutnya, dalam buku inventaris sekretariat DPRD tercatat ada empat kendaraan dinas. Pertama, Nissan Terano Kingroad G 2, nomor polisi DD 2 DD yang kini digunakan Ketua DPRD Maros. Kedua, Kijang Innova XW 2.700 CC nomor polisi DD 551 D. Saat ini nopolnya sudah terganti dan digunakan Hatta.
Ketiga, Nissan Terrano DD 157 D. Sampai saat ini, BPKB kendaraan belum diserahkan ke sekretariat dewan padahal sesuai tanda terima pada diler, BPKB telah diserahkan pada Faizal pada 27 Desember 2004. Namun hingga tahun ini mobil tersebut belum pernah mengganti STNK.
Keempat adalah mobil Nissan Terrano DD 4 D. Mobil tersebut sekarang dipinjam pakaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri Maros.
Nurzal mengatakan bila identitas mobil Mitsubishi Grandis tidak pernah disampaikan secara resmi kepadanya. Untuk mengakomodasi pengadaan kendaraan tersebut dalam APBD 2005, maka sekretariat membuat rencana anggaran satuan kerja (RASK) dan mengusulkan pengadaan kendaraan sebanyak tiga unit.
Ketiganya mobil Nissan Terano sebesar Rp 1.032.675.000.
Selanjutnya, 7 Maret 2005, ketua DPRD menyetujui pembayaran dengan panjar sebelum APBD ditetapkan dengan pertimbangan rekanan mendesak.
Pada tanggal yang sama, Kabag Keuangan Syamsul Fahry menerbitkan surat permintaan pembayaran barang. Pada proses pembahasan RAPBD yang selanjutnya disahkan menjadi APBD TA 2005 ternyata nilainya menjadi Rp sudah menjadi Rp 1.070.000.000.
Lalu pada 3 Maret 2005 dikeluarkan persetujuan pembayaran panjar.
Atas dasar surat tersebut, kas daerah membayar ke rekanan CV Bina Kale yang merupakan perusahaan yang digunakan Faisal.
Oleh pihak Bawasda Provinsi Sulsel ditemukan adanya kelebihan pembelian Rp 412.000.000. Dalam pernyataannya, Faisal sempat mengatakan akan mengembalikan kelebihan tersebut pada negara. Faisal masih menjadi buronan.(Rusdy Embas)

Tidak ada komentar: