Selasa, 23 Februari 2010

Warga Lempari Polisi

Proses eksekusi tanah seluas 4.900 meter persegi yang disengketakan antara warga dan seorang pengusaha kakao asal Palu, Sulawesi Tengah, Goman Wisan, di Pandang Raya, Kecamatan Panakukang, Makassar, Selasa (23/2), berakhir ricuh. Selintas, peristiwa itu seolah-olah insiden antara polisi denan warga. Saatnya semua pihak introspeksi diri. Pemenang perkara bisa saja mengklaim sebagai pemilik karena ada putusan hukum, tetapi di sisi lain, suara warga perlu tetap diperhatikan karena mereka merasa teraniaya dan merasa ada nuansa ketidakadilan.
Tribun Timur memberikatan, akibat bentrokan sengit tersebut, seorang warga ditangkap dan enam polisi yang mengawal eksekusi lahan itu terluka akibat lemparan batu. walnya, ratusan warga yang sudah berkumpul di lokasi kejadian hanya menggelar orasi dan meneriakkan sejumlah yel-yel penolakan eksekusi.
Namun tiba-tiba kondisi berubah menjadi anarkis saat aparat kepolisian dari satuan Samapta, baik dari Polda Sulsel, Polwiltabes Makassar, dan Polresta Makassar Timur, mendekati warga lengkap dengan tameng.
Kedua kelompok ini akhirnya terlibat dalam aksi saling serang. Warga yang merasa memiliki tanah melawan dengan melempari polisi dengan batu. Bahkan beberapa diantaranya melempari aparat dengan bom molotov. Sejumlah polisi terkena jilatan api begitu botol berisi bensin yang disulut api itu pecah. Kobaran tak berlangsung lama karena polisi segera memadamkannya.
Seolah tak mau kalah, sekitar 470 aparat kepolisian yang turun mengamankan eksukusi kemudian membalas lemparan warga dengan menggunakan tembakan gas air mata.
Selain warga, beberapa jurnalis yang meliput eksekusi tanah tersebut juga terkena gas air mata. Wartawan Jurnal Nasional, Jarot, sempat pingsan setelah menghirup gas tersebut. Ia dipapah menjauh dari lokasi kejadian oleh jurnalis lainnya .
Secara terpisah, aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Irham Amin, yang ditemui di lokasi sengketa mengatakan, eksekusi tanah tersebut salah sasaran.
"Persil milik penggugat dan Persil milik warga berbeda. Sehingga kami yakin eksekusi ini salah objek," jelas Irham.
Goman Wisan adalah pemilik tanah tersebut setelah dinyatakan menang dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Makassar 2003. Namun warga yang merasa haknya dirampas kemudian melakukan banding. Tahun 2004 Pengadilan Tinggi (PT) Sulsel memenangkan warga.
Tak puas, Goman membawa putusan PT itu ke Mahkamah Agung yang kemudian memenangkannya. Atas putusan mahkamah agung itulah eksekusi dilaksanakan.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Makassar Timur, AKP E Dharma Ginting, yang dikonfirmasi, mengatakan, seorang warga yang tak diungkapkan identitasnya ditangkap karena mencederai polisi.(rusdy embas)
Selengkapnya...