Kamis, 16 April 2009

Dikasari Guru, Siswa Tak Masuk Sekolah Sebulan

Parepare, Tribun - Seorang murid kelas 6 SD 36 Kota Parepare (sekitar 150 kilometer dari Makassar, ibukota provinsi Sulsel), Baharuddin, tidak lagi masuk sekolah selama sebulan. Ia dikabarkan takut ke sekolah, setelah dipukul salah seorang guru yang juga wali kelasnya, Darwis Barangkolli.Padahal, Baharuddin seharusnya sudah mempersiapkan diri mengikuti ujian akhir sekolah (UAS), Mei mendatang. Kenapa bisa terjadi?
Peristiwa ini terungkap oleh aktivis Aliansi Komunitas Rakyat Miskin (Akram) Parepare, Dandi, yang melakukan pendataan warga di Kampung Baru, Rabu (15/4). Keluarga Baharuddin tinggal di sebuah lorong Jl Kusuma, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Ujung, Parepare.
Ketika dijumpai dikediamannya, ibu Baharuddin, Jamaliah, mengaku baru tahu masalah ini beberapa waktu lalu, setelah mendapat informasi dari teman sekolah putranya.
Informasi yang diperoleh wanita ini, anaknya diperlakukan kasar sehingga hidungnya berdarah.
"Kalau dia (Baharuddin), dia tidak pernah menyampaikan sama saya kalau dikasari seperti itu. Nanti ada temannya yang beri tahu, barulah saya datang ke sekolahnya dan menghadap kepala sekolah," terang Jamaliah seperti dikutip Tribun Timur, Jumat (17/4).
Aktivis Akram juga mendatangi sekolah itu. Baharuddin kemudian diajak lagi masuk sekolah, 15 April lalu, oleh guru pengawas dan wali kelasnya.
Mestinya, Baharuddin sudah masuk sekolah lagi, Kamis (16/4) kemarin. Namun, ia tidak masuk.
Ketika Tribun ke SD 36 Parepare, kemarin, kepala sekolah dan wali kelasnya tidak berada di tempat. Menurut rekannya sesama guru, yang bersangkutan sedang mengawas di sekolah lain.
Beberapa guru membenarkan, Baharuddin memang sudah lama tidak masuk sekolah.
Seorang guru yang tak ingin ditulis namanya menilai, Baharuddin sering terlambat masuk sekolah dan tidak mengerjakan tugas sekolah.
Seorang rekan sekelasnya, juga membenarkan Baharuddin sudah tidak lama masuk sekolah. Ia kadang-kadang diejek rekan sekelasnya karena sering mendapat sanksi gara-gara terlambat masuk dan tidak mengerjakan tugas sekolah.
Orangtua Baharuddin menyebutkan, anaknya sudah masuk kemarin. "Dia sudah pergi ke sekolah tadi dan diantar langsung wali kelasnya. Dia cepat pulang karena sudah diberi ujian," kata ibunya.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...

Anak Bupati Ribut dengan Sekretaris PPK

Keributan terjadi di Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Makassar yang juga Kantor Camat Makassar di Jl Gunung Nona, Makassar, Kamis (16/4) dini hari. Putra Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo, Adnan Purichta Ichsan, yang merupakan caleg Partai Demokrat adu mulut dengan Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Makassar, Sudarmawan Mahir.
Sudarmawan adalah anak menantu calon Wakil Wali Kota Makassar, Supomo Guntur. Sebagai sekcam, Sudarmawan exofficio juga menjabat Sekretaris PPK Makassar. Sedangkan Adnan adalah calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrat untuk DPRD Sulsel.
Keributan dipicu oleh kecurigaan saksi Partai Demokrat ketika melihat Sudarmawan bersama Lurah Barana dan Lurah Maccini Gusung datang ke Kantor Camat Makassar, Rabu tengah malam.
"Ada urusan apa sekcam dan lurah masuk ke dalam kantor camat pada tengah malam. Ini sangat mencurigakan karena mereka juga menolak didampingi saksi dan anggota panwas pemilu ketika masuk ke ruangannya," kata Master Campaign Adnan, Ian Latanro, tadi malam.
Menurutnya, sangat wajar bila saksi Partai Demokrat mempertanyakan hal tersebut. Apalagi, lurah tidak punya kaitan dengan PPK dalam proses rekapitulasi suara. Mereka pun datang tanpa sepengatuan panwas.
Dikonfirmasi terpisah, Sudarmawan menjelaskan, dia masuk ke ruangan kerjanya untuk menuntaskan tugasnya sehari-hari. "Mereka terlalu negative thingking (berpikir negatif). Saya sudah menjelaskan bahwa tidak ada apa-apa tapi mereka ngotot mengusir saya. Ini yang membuat saya tersinggung," kata Sudarmawan.
Insiden keributan yang melibatkan saksi dan caleg dengan petugas PPK di Makassar sudah beberapa kali terjadi. Sebelumnya, keributan juga terjadi di PPK Tamalate, Biringkanaya, dan Wajo. Keributan juga dilaporkan terjadi di PPK Ujung Tanah, tadi malam.
Anggota KPU Makassar, Nurmal Idrus, mengatakan, pihaknya sudah meminta polisi yang bertugas di PPK melarang semua caleg masuk ke area rekapitulasi. KPU juga meminta penambahan personel polisi di masing-masing PPK.
Keributan di PPK Makassar berawal ketika Sudarmawan masuk ke ruangannya didampingi dua lurah sekitar pukul 23.00 setelah rekap untuk hari itu dihentikan sementara dan akan dilanjutkan keesokan harinya.
Namun sejumlah pria yang mengaku anggota organisasi Brigade 02 masuk ke ruangan dan meminta Sudarwaman meninggalkan ruangan karena tidak didampingi saksi.
Saksi Demokrat yang bertugas saat itu mengaku dilarang masuk ke dalam ruangan sekcam. "Kalau saksi kami diizinkan memantau aktivitas sekcam saat itu, tentu suasananya menjadi lain," kata Ian.
Sementara Sudarmawan mengaku emosi dengan sikap anggota Brigade 02 yang mengusir dari ruang kerjanya. Karena itu dia sempat adu mulut dengan seorang pria yang memimpin organisasi tersebut.
Di saat suasana masih tegang, sekitar pukul 00.30 wita, Adnan bersama beberapa anggota tim suksesnya dan kader Demokrat juga datang ke kantor Camat Makassar.
Adnan pun terlibat pertengkaran dengan Sudarmawan. Beruntung sejumlah polisi datang melerai sehingga keributan yang lebih besar bisa dilerai.
"Saya datang untuk mengantarkan logistik (makanan) kepada saksi Demokrat. Saya mendapat kabar soal sekcam itu ketika sudah dekat kantor camat," kata Adnan.
Ketika tiba di kantor camat, Adnan langsung mempertanyakan alasan keberadaan sekcam di saat tidak ada lagi aktivitas rekapitulasi. Namun dia mendapat jawaban dengan nada tinggi dan Sudarmawan sempat menyentuh tangannya.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...

Rabu, 15 April 2009

Caleg PDK Nyaris Adu Jotos

Pemilu 2009 ini membuat banyak orang kehilangan hati nurani. Saling sikut sudah menjadi pemandangan rutin. Itu terjadi menjelang hari pencontrengan dan masa penghitungan suara hasil pemilu. Saling lapor pun di antara sesama kader bukan lagi menjadi masalah tabu.
Tribun Timur, Rabu (15/4) memberitakan adu jotos sesama kader partai yang sama nyaris saja terjadi di Luwu Timur, saat peroses rekapitulasi perolehan suara caleg sementara berlangsung di Kantor Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Selasa (14/4). Dua caleg Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Suparjo dan Juber Sangga, nyaris adu jotos.
Suparjo dan Suber adalah caleg PDK untuk daerah pemilihan (dapil) tiga yang meliputi Kecamatan Mangkutan, Tomoni, Tomoni Timur, dan Kecamatan Kalaena. Suber adalah caleg nomor satu dan Suparjo nomor empat.
Kejadian ini berawal saat Suber yang memperoleh sekitar 600-an suara hendak mengganti saksi dari PDK yang ditugaskan mengikuti proses rekapitulasi perolehan suara di tingkat PKK.
Suparjo yang perolehan suaranya diperkirakan di atas 1.000 menolak rencana Suber tersebut dengan alasan penunjukan saksi mulai dari tingkat TPS, PPK, hingga tingkat KPU, telah disepakati bersama oleh pengurus partai.
Karena keduanya ngotot dengan pendirian masing-masing, adu mulut pun tak terhindarkan. Suasana memanas saat Suparjo melontarkan kata-kata yang tidak dapat diterima oleh Suber.
Beruntung beberapa petugas pengamanan dari kepolisian merelai keduanya sehingga tidak terjadi adu jotos. Hingga kemarin, proses rekapitulasi perolehan suara masih berlangsung di sejumah kecamatan di Lutim. Berdasarkan data sementraa yang dihimpun Tribun, Partai Golkar masih mendominasi perolehan suara.
Partai pemenang pemilu tahun 2004 ini juga dipastikan akan meraih kursi di setiap daerah pemilihan. Dari data sementara, Golkar kemungkinan besar mendapat dua kursi di tiga daerah pemilihan, yaitu dapil 2, 3, dan dapil 4. Sementara untuk dapil 1, Golkar diperkirakan hanya meraih satu kursi.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...

Tidak Pilih Caleg, Sembilan Warga Diminta Pindah Rumah

Pemilu baru saja digelar. Hasilnya pun sementara dalam proses penghitungan. Tetapi eksesnya sudah terlihat secara kasat mata. Sejumlah caleg kini meradang. Perbuatan mereka pun kadang melampaui batas manusiawi.
Tribun Timur, Rabu (15/4), memberitakan, sembilan warga yang selama ini menyewa lahan untuk membangun rumah di Lingkungan Cempae, Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang, Kota Parepare, diminta pindah oleh pemilik tanah, Selasa (14/4).
Mereka terdiri atas lima warga RT I-RW V yaitu Bur (50), Lewa (30), Hamzah (30), Ahmad (35), dan Damis (48). Empat lainnya adalah warga RT I-RW Bulonipong, Eko (35), Cengmi (30), Dahlan (70), dan Bidayani (30).
Informasi dari masyarakat setempat, seperti Ketua RT I-RW V Cempae, Asri, menyebutkan, pemilik lahan adalah Abu Nawar yang disebut-sebut sebagai tim sukses caleg PKS untuk DPRD Parepare di Dapil Kecamatan Soreang, Nur Aida Burairah.
Menurutnya, pindahnya kesembilan warga itu terkait Pemilu Legislatif 2009, 9 April lalu. Selama ini, mereka menyewa dengan harga murah, hanya Rp 150 ribu per tahun.
"Penyebabnya seputar pemilihan caleg, pak. Mungkin gara-gara mereka diketahui memilih caleg partai lain, bukan dari PKS," sebuat Ketua RT I-RW V Cempae, Asri, yang menyaksikan warga itu membongkar rumahnya.
"Sekarang mereka belum memiliki lokasi untuk tempat tinggal yang baru. Untuk sementara, mungkin mereka menumpang di rumah keluarganya di sekitar Cempae," kata Aris, yang mengaku telah menyampaikan ke kelurahan mengenai masalah ini.
Asri mengisahkan, pascapemilu, ada beberapa tim pemenangan caleg mendatangi warganya. Mereka meminta kembali barang yang pernah diberikannya, karena warga itu tidak mencontreng calegnya.
"Seperti sarung atau ambal, diminta dicuci kembali untuk dikembalikan," katanya.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...

Minggu, 12 April 2009

Kalah, Caleg Tutup Jalan

Jalan sepanjang 300 meter yang biasanya digunakan warga melakukan aktivitas tiba-tiba terganggu. Seorang tokoh masyarakat setempat yang mengklaim jalan tersebut dibuat di atas tanah milik leluhurnya kesal bin kecewa gara-gara warga setempat tidak mencontreng namanya saat pemilihan. Makanya, om caleg jangan merasa sudah jadi tokoh.
Calon anggota legislatif (caleg) untuk DPRD Bulukumba dari Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Andi Langade, menutup Jalan Andi Mappatunru di Kampung Biroro, Kelurahan Tanete, Kecamatan Bulukumpa, Minggu (12/4) siang.

Musababnya, caleg nomor urut satu PPDI di dapil dua ini merasa kecewa karena tidak memenangkan perebutan suara di Biroro yang merupakan kampungnya sendiri.
Bersama 300-an pendukungnya dari berbagai desa di daerah pemilihan dua, meliputi Kecamatan Bulukumpa dan Rilau Ale, Langade menutup jalan dengan memalangkan balok dan batu serta mobilnya di tengah jalan di tiga titik jalan sepanjang 300 meter di kampung ini.
"Saya sangat kecewa terhadap warga kampung ini karena lebih memilih caleg lain. Mestinya saya yang menang di kampung ini, bukan caleg dari kampung lain. Saya akan membongkar aspal ini dan membuat sawah," ujarnya kepada wartawan.
Saat mengatakan rencananya untuk membongkar aspal tersebut, Langade yang dikenal sebagai salah satu tokoh masyarakat di Kampung Biroro, telah memerintahkan beberapa pendukungnya untuk mencari dan menyewa alat berat untuk membongkar aspal tersebut.
Pria paruh baya ini juga berencana membuat tembok dari beton di tengah jalan tersebut agar tidak bisa dilalui kendaraan. Dari sekitar tiga kilmeter jalan tersebut, 300 meter di antaranya diklaim sebagai tanahnya.
Perolehan Suara
Di TPS Kampung Biroro, Langade hanya mendapat 28 suara. Padahal, kampung ini adalah basis keluarganya. Semula Langade sangat yakin memenangkan perolehan suara di kampung tersebut.
Kenyataannya, beberapa caleg lain yang tidak berasal dari Kampung Biroro malah mendapat suara dukungan lebih banyak.
Andi Langade menutup jalan tersebut, karena merasa tanah yang dibuat jalan sejak puluhan tahun lalu itu, adalah milik kakeknya bernama Karaeng Muhammad. Tanahnya itu ia banguni jalan atas inisiatifnya sendiri untuk memperlancar akses transportasi warga.
Ia kecewa karena ternyata warga termasuk beberapa keluarganya tidak membantunya pada pemilu ini. Jalan Andi Mappatunru menghubungkan sejumlah kampung di Kelurahan Tanete.
"Setiap tahun saya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah yang dibanguni jalan ini. Saya memiliki sertifikat atas tanah yang dibanguni jalan ini," ujarnya.
Akibat aksi tersebut, masyarakat terpaksa mencari jalan alternatif untuk bisa sampai ke rumahnya. Banyak warga yang mengeluhkan aksi ini. Namun, mereka tidak berani melakukan protes.
Belasan anggota Polsek Bulukumpa, termasuk Kapolsek M Amir yang datang ke lokasi berupaya membujuk Langade agar menghentikan aksinya. Namun, bujukan tersebut tidak dihiraukan. Aksi terus berlanjut di hadapan polisi.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...

Usai Ditikam, Jenazah Diarak di Pantai Losari

Ini bukan adegan dalam film tetapi peristiwanya benar-benar terjadi di Makassar. Jenazah seorang warga Makassar berusia 19 tahun yang tewas akibat enam kali tikaman diarak oleh keluarganya dari rumah sakit menuju rumah duka yang berjarak sekitar 300 meter. Kenapa bisa terjadi?
Koran Tribun Timur, Senin (13/4), memberitakan, jenazah Bayu (19) warga Mariso diarak oleh keluarganya dari RS Stella Maris menuju kediamannya di Jl Rajawali Makassar, setelah tewas dengan enam tikaman badik di Pantai Laguna Makassar, Minggu (12/4) dini hari.
Terjadinya penikaman yang berlangsung sekitar pukul 01.30 Wita ini, membuat pengunjung pantai Laguna gempar. Sebelum penikaman tersebut, terjadi aksi kejar-kejaran antara korban dan pelaku. "Seperti di film hollywood," kata Wawan, seorang penjaga kafe di Laguna.
Informasi yang berhasil dihimpun dari lapangan mengungkapkan, penikaman dipicu dendam pelaku terhadap tersangka. Beberapa jam sebelum insiden tersebut, Bayu sempat menempeleng, Iwan, adik Imran (18) yang juga termasuk pelaku penikaman.
Imran yang tidak menerima adiknya yang masih berusia 5 tahun itu ditempeleng, kemudian bermaksud membuat perhitungan dengan korban, kesempatan itupun digunakan oleh pelaku saat bertemu dengan korban di Pantai Laguna.
Meski korban sudah berusaha menghindar, akhirnya terkapar setelah ditikam enam kali tepat di pintu masuk pantai Laguna. Beberapa warga yang melihat kejadian tersebut, langsung melarikan korban ke RS Stella Maris, yang berjarak sekitar 300 meter dari kawasan hiburan malam di bibir pantai itu.
Tak lama setelah tiba di rumah sakit tersebut, korban pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Keluarga korban yang terlihat marah dengan kejadian tersebut, sontak mengambil keputusan untuk mengarak jenazah Bayu dari RS Stella Maris ke kediaman korban, meski mayat tersebut belum divisum.
Puluhan aparat kepolisian, baik dari Polsekta Mariso, Polresta Makassar Barat, dan Polwiltabes Makassar, pascakejadian tanpak melakukan ekstra pengamanan di sekitar TKP.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...

Sabtu, 04 April 2009

Tanyakan Uang Pemilu, Polisi Diminta Mundur

Jangan sembarang bertanya. Meski itu menyangkut hak karena salah-salah bisa menjadi bumerang seperti yang dialami salah seorang anggota kepolisian di Sulawesi Selatan. Gara-gara menanyakan dana pengamanan pemilu yang kurang dia dikabarkan terancam dipecat.
Seorang anggota Polri yang bertugas di Polers Sinjai, sekitar 200 kilometer selatan Makassar, Bripka Irman dikabarkan terancam dipecat. Pemicunya, dia mempersoalkan dana pengamanan pemilu yang seharusnya menjadi haknya diduga dipotong.
Tribun Timur (Sabtu, 4/4), melansir, Irman yang bertugas satuan lalu lintas sudah diminta menandatangani surat pengunduran diri karena mempersoalkan pemotongan uang pengamanan pemilu tersebut.
"Setiap anggota polisi seharusnya mendapat honor pengamanan pemilu Rp 800 ribu. Namun yang sampai ke anggota di lapangan hanya Rp 300 ribu. Kekurannya itulah yang pertanyakan oleh Irman," kata sumber Tribun yang membeberkan kasus tersebut.
Namun Kapolres Sinjai, AKBP Sugeng Riady Rikolot, membantah pihaknya meminta Irman mundur sebagai anggota polisi.
Mantan Kapolres Selayar ini juga membantah ada pemotongan anggaran. Menurutnya, yang terjadi adalah Irman yang sebelumnya bertugas di Polwil Bone sering meninggalkan wilayah tugasnya tanpa sepengatahuan atasan dan sering tidak melaksanakan tugasnya selaku anggota satlantas.
"Saya juga tidak memaksa dia untuk mundur. Apa untungnya bagi saya memaksa dia mundur. Semua isu yang beredar itu tidak benar," kata kapolres.
Sayangnya, sejak kasus ini mencuat, Irman tak bisa dikonfirmasi. Beberapa nomor telepon selularnya yang dihubungi dalam keadaan tidak aktif.
Kasus tersebut sontak menarik perhatian Kapolda Sulselbar Irjen Polisi Mathius Salempang yang sudah mengontak Kapolres Sinjai untuk mengecek kasus tersebut. Belum diperoleh informasi hasil pembicaraan mereka.
Sejumlah warga Sinjai menyebutkan, Irman sudah mengeluhkan pemotongan anggaran honor pengamanan tersebut sudah mencuat sejak sepekan terakhir dan menjadi bahan perbincangan di internal Polres Sinjai.
Namun, tak ada yang berani membeberkan kasus tersebut. Irman pun sempat berkeluh-kesah kepada beberapa warga hingga kemudian menyebar dari mulut ke mulut.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulsel Kombes Pol Hery Subiansauri membenarkan adanya masalah internal yang terjadi di Polresta Sinjai.
"Irman dipanggil bukan karena diperiksa dia hanya dimintai keterangan klarifikasi mengenai kejadian tersebut. Namun mengenai pelanggaran disiplin terhadap Irman karena meninggalkan tempat tugas, tetap akan diberlakukan bila dia memang terbukti bersalah" jelas Hery.
Menurut Hery, Polri aturan main seperti tidak boleh meninggalkan tempat tugas kecuali ada perintah dari atasan, apalagi menjelang pemilu seperti sekarang.
Bila terjadi permasalahan di kalangan internal, seharusnya anggota Polri menyampaikan ke atasannya dan tidak langsung menyampaikan kepada orang lain sehingga menimbulkan isu yang tidak baik terhadap Polri
Hanya Saja Hery belum memberikan hasil kelarifikasi tersebut,"Irman belum dimintai keterangan, kemungkinan minggu depan baru dia dimintai keterangan ," jelas alumnus Sekolah Antiteror di Amerika Serikat ini.
Sudah Lama
Sementara itu, seorang bintara senior polisi yang bertugas di jajaran Polda Sulselbar mengungkapkan, pemotongan dana pengamanan bukanlah hal yang baru.
Dia menyebut dana pengamanan pertandingan sepakbola di Stadion Mattoanging dan pengamanan Embarkasi/Debarkasi Haji di Asrama Haji Sudiang juga tidak luput dari pemotongan.
"Tapi ini sangat tergantung dengan siapa komandannya. Ada juga komandan yang tidak mau memotong dana sepeser pun sehingga kami menerima dengan utuh," sumber tersebut.
Dia mencontohkan, dalam beberapa kegiatan, anggota Polri yang bertugas dalam salah satu acara atau even, diberikan makanan. Namun ternyata makanan tersebut dipotong dari uang pengamanan tersebut.
"Misalnya, kita mendapat jatah Rp 50 ribu per orang. Ternyata yang diterima Rp 30 ribu sedangkan Rp 20 ribu katanya buat beli makanan. Ternyata makanan yang kami terima itu kalau beli sendiri tidak sampai Rp 10 ribu per bungkusnya," kata polisi tersebut sambil tertawa.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...

Penipu Cek Kosong Berkeliaran di Makassar

Di zaman sekarang ini banyak orang telah kehilangan hati nurani. Menipu sesama tidak lagi menjadi hal yang tabu. Buktinya, di Makassar, sejumlah pengusaha tertipu dengan kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Mau tahu modusnya?
Tribun Timur, Sabtu (4/4) memberitakan modus baru penipuan dengan menggunakan cek kosong tengah marak di Makassar dan sekitarnya. Sasarannya pedagang grosiran, pengusaha komoditas, dan pengecer produk keseharian rumah tangga (dairy product).

Aparat kepolisian meminta warga, khususnya pengusaha untuk meningkatkan kewaspadaan. Jika menemukan modus penipuan dengan ciri-ciri yang sama, diminta untuk segera melaporkan ke aparat.

Modus penipuan mengambil barang dalam jumlah besar ini terungkap,menyusul laporan YNS (45), warga Kompleks Hartaco Indah, Makassar, di Polresta Makassar Timur, Kamis (2/3). Penipuan ini sendiri baru diketahui korban, setelah 23 Maret lalu. Dia tak menyangka, penipuan ini justru sudah terjadi saat dia baru mengenal pelaku, Februari lalu. (lihat, Modus Baru Cek Kosong )

Di depan penyidik, pengusaha bermodal pas-pasan yang menjadi pedagang pengumpul produk komoditas hasil bumi ini, mengemukakan, saat berhubungan dengan pelaku (lihat, Ciri-ciri Pelaku), dia berharap untung namun yang diperoleh justru buntung.

"Saya betul-betul terpukul dengan kejadian ini, saya hanya pengusaha kecil Pak," katanya kepada Tribun, Jumat (3/4). Mata PNS ini memerah saat menceritakan kejadian yang membuiatnya rugi hingga Rp 111 juta ini, dia sebut "musibah luar biasa yang terencana".

Dia mengaku mempercayai tersangka yang berinisial IM karena sebelumnya sudah melakukan kerja sama dalam pengiriman kacang mente ke Surabaya. Awalnya dia mengirim 50 Kg kacang mente sampel ke salah satu alamat di Surabaya. Dia dibayar dengan cek Bank Danamon sebanyak Rp 2 juta. dan sukses. Tapi transaksi kedua, dia sudah buntung.

YNS tak sendiri. saat dia mencairkan cek kosong tersebut, seorang pegawai Bank Danamon, menyebutkan, ada sekitar 25 warga Makassar lainnya yang ditipu oleh tersangka. "Bahkan ada yang hingga Rp 300 juta," kata YNS menirukan pegawai bank itu.

Halter, warga Jl Ir Soetami, Makassar, pria ini hanya terdiam saat ditemui di Polresta Makassar Timur. Pedagang grosiran wafer Tanggo ini, puluhan kardus hilang dibawa kabur oleh tersangka, yang ciri-ciri dan modusnya sama.
Kabar menggembirakan dilansir Kepala Bidang Humas Polda Kombes Pol Hery Subiansauri. Dia mengatakan, beberapa dari tersangka penipuan dengan modus yang sama, sudah diamanakan.
Tapi karena besarnya nominal penipuan dan modus penipuan ini dinilai seragam dan menyerupai cara bertranaksi pedagang dan pengusaha resmi, makanya laporan kasus ini sampai juga ke tangan Polda Sulselbar.
Aparat kepolisian tengah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus yang berpotensi merusak citra Sulsel sebagai sentra lalulintas perdagangan komoditas di Indonesia. "Tak menutup kemungkinan modus dan jaringan penipuan ini sudah merambah ke kabupaten dan wilayah lain," katanya.(Rusdy Embas)
Selengkapnya...