RAMADAN sebagai bulan suci penuh berkah bagi umat Islam menjadi momentum untuk berbenah. Pengelola tempat hiburan malam alias THM pun sudah sepakat menghentikan sementara operasi mereka sejak 30 Agustus dan akan buka kembali 4 Oktober 2008 sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada umat Islam yang sementara menjalankan ibadah puasa.
Langkah pengelola THM menghentikan sementara kegiatan mereka itu patut dihargai. Pesan yang tersirat dari kesepakatan mereka itu sesungguhnya merupakan pengakuan bahwa aktivitas di tempat yang mereka kelola sesungguhnya tidak dibenarkan oleh ajaran semua agama samawi.
Semoga penutupan itu tidak hanya bersifat simbolik saja sekadar meredam aksi sejumlah aktivis Islam yang selama ini menentang pengoperasian tempat bersenang-senang bagi orang yang relatif berduit itu.
Bagi banyak orang, THM memang memiliki magnet tersendiri yang selalu menggoda untuk dikunjungi. Termasuk bagi mereka yang mengaku sebagai umat Islam.
Penutupan THM ini sesungguhnya juga menjadi isyarat bagi mereka yang gemar melepas kelelahan itu agar introspeksi diri ulang tentang apa yang sesungguhnya mereka cari di tempat hiburan yang banyak menyuguhkan hal-hal aneh bagi ahli ibadah.
Sekarang berpulang kepada setiap individu untuk bersikap apakah akan berhenti sementara berkunjung ke THM atau berjanji akan menghentikan kunjungan ke tempat yang tengarai banyak orang sebagai salah satu sarang PSK menjerat mangsanya.
Marhaban Yaa Ramadan. Syukurlah Allah berkenan memberi hamba-NYA satu bulan penuh berkah untuk membersihkan diri.
Selengkapnya...
Jumat, 29 Agustus 2008
Selasa, 26 Agustus 2008
Sekolah dan Korupsi
Murid SMK 4 Makassar demo nuntut kepala sekolahnya mundur. Begutilah berita yang diangkat Tribun Timur hari ini (Selasa, 26 Agustus 2008). Alasan yang diusung siswa rasanya tidak berlebihan. Mereka menuntut agar kepala sekolah mereka yang kini sedang menjalani proses hukum agar dicopot dari jabatannya sebagai kepala sekolah.
Siswa ini resah karena kepala sekolah yang seharusnya menjadi panutan mereka justru kini menjadi pesakitan karena diduga melakukan korupsi dalam pengadaan komputer dan perangkat IT di sekolah yang dipimpinnya.
Di iklim yang memberi ruang gerak lebih besar kepada semua orang untuk mengekspresikan pendapat dan menyatakan penolakannya secara terbuka terhadap suatu permasalahan maka demo menjadi salah saluran alternatif.
Keresahan siswa seharusnya tidak perlu meledak dalam bentuk demo kalau kasus yang menimpa Kepala SMK 4 Makassar yang terletak di Jl Bandang Makassar itu ditangani secara bijak oleh dinas pendidikan yang bertugas mengatur sekolah di Makassar.
Praduga tak bersalah memang seharusnya dikedepankan dalam menangani masalah ini. Tetapi tidak terlalu berlebihan juga rasanya jika siswa itu menuntut kepala sekolahnya dibebastugaskan dulu. Apalagi, kasus yang menimpanya adalah korupsi.
Masa iya sekolah yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai bermoral justru kepala sekolahnya menjadi pesakitan kasus korupsi bernilai sekitar Rp 100 juta.
Pembebastugasan itu akan membantu sang kepala sekolah agar bisa lebih konsentrasi menyelesaikan kasusnya. Kalau toh kemudian pengadilan memutuskan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah maka nama baik dan jabatannya bisa direhabilitasi lagi.
Semoga pameo ”Guru kencing berdiri murid kencingi guru” tidak berlaku dalam kasus ini. Selengkapnya...
Siswa ini resah karena kepala sekolah yang seharusnya menjadi panutan mereka justru kini menjadi pesakitan karena diduga melakukan korupsi dalam pengadaan komputer dan perangkat IT di sekolah yang dipimpinnya.
Di iklim yang memberi ruang gerak lebih besar kepada semua orang untuk mengekspresikan pendapat dan menyatakan penolakannya secara terbuka terhadap suatu permasalahan maka demo menjadi salah saluran alternatif.
Keresahan siswa seharusnya tidak perlu meledak dalam bentuk demo kalau kasus yang menimpa Kepala SMK 4 Makassar yang terletak di Jl Bandang Makassar itu ditangani secara bijak oleh dinas pendidikan yang bertugas mengatur sekolah di Makassar.
Praduga tak bersalah memang seharusnya dikedepankan dalam menangani masalah ini. Tetapi tidak terlalu berlebihan juga rasanya jika siswa itu menuntut kepala sekolahnya dibebastugaskan dulu. Apalagi, kasus yang menimpanya adalah korupsi.
Masa iya sekolah yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai bermoral justru kepala sekolahnya menjadi pesakitan kasus korupsi bernilai sekitar Rp 100 juta.
Pembebastugasan itu akan membantu sang kepala sekolah agar bisa lebih konsentrasi menyelesaikan kasusnya. Kalau toh kemudian pengadilan memutuskan bahwa yang bersangkutan tidak bersalah maka nama baik dan jabatannya bisa direhabilitasi lagi.
Semoga pameo ”Guru kencing berdiri murid kencingi guru” tidak berlaku dalam kasus ini. Selengkapnya...
Senin, 25 Agustus 2008
Tiga Polisi Dikeroyok
Tiga anggota kepolisian yang sedang bertugas berusaha mengamankan balapan liar di Jl Cenderawasih Makassar, Minggu (24/8) malam, dikeroyok belasan pemuda hingga babak belur. Insiden ini sekali lagi menunjukkan betapa kehadiran polisi sebagai pelindung masyarakat perlu mendapat perhatian ekstra keras.
Bagaimana mungkin bisa melindungi masyarakat kalau untuk melindungi diri sendiri saja kadang tidak mungkin. Tak heran jika muncul sejumlah tanya di hati.
Peristiwa pengeroyokan aparat atau petugas keamanan sebenarnya bukanlah barang baru karena rangkaian insiden serupa cukup panjang.
Benarkah masyarakat sudah semakin tak bisa dikendalikan atau justru aparat keamanan yang tidak mampu menunjukkan diri sebagai pengayom masyarakat yang harus dilidunginya?
Sejatinya polisi berada di hati masyarakat karena sejatinya kepada polisilah tempat rakyat mengadu jika menghadapi kesulitan agar bisa mendapat perlindungan. Tetapi kini polisi justru dianiya oleh beberapa oknum.
Rangkaian perisitiwa miring tentang aparat keamanan seharusnya menjadi menyadarkan semua pihak terkait untuk mencoba mengoreksi diri. Apa yang telah dan sedang dilakukan sehingga kadang ada anggota masyarakat yang hilang rasa hormatnya pada oknum polisi. Selengkapnya...
Bagaimana mungkin bisa melindungi masyarakat kalau untuk melindungi diri sendiri saja kadang tidak mungkin. Tak heran jika muncul sejumlah tanya di hati.
Peristiwa pengeroyokan aparat atau petugas keamanan sebenarnya bukanlah barang baru karena rangkaian insiden serupa cukup panjang.
Benarkah masyarakat sudah semakin tak bisa dikendalikan atau justru aparat keamanan yang tidak mampu menunjukkan diri sebagai pengayom masyarakat yang harus dilidunginya?
Sejatinya polisi berada di hati masyarakat karena sejatinya kepada polisilah tempat rakyat mengadu jika menghadapi kesulitan agar bisa mendapat perlindungan. Tetapi kini polisi justru dianiya oleh beberapa oknum.
Rangkaian perisitiwa miring tentang aparat keamanan seharusnya menjadi menyadarkan semua pihak terkait untuk mencoba mengoreksi diri. Apa yang telah dan sedang dilakukan sehingga kadang ada anggota masyarakat yang hilang rasa hormatnya pada oknum polisi. Selengkapnya...
Hore…Pemerintah Naikkan Harga Elpiji
Berita kenaikan harga elpiji dari Rp 63.000 menjadi Rp 69.000 per tabung ukuran 12 kilogram menambah beban sejumlah ibu rumah tangga, khususnya mereka pendapatan bulanannya sangat pas-pasan.
Betapa tidak, harga sejumlah kebutuhan pokok sudah naik lebih dulu. Kini menyusul harga gas yang naik. Padahal barang ini sangat tidak mungkin untuk tidak dibeli karena sudah merupakan kebutuhan pokok bagi setiap rumah tangga.
Celakanya, harga jual di tingkat eceran jauh melampaui harga perolehan agen dari Pertamina sebagai produsen gas elpiji. Seorang ibu rumah tangga berkisah harus merogoh kocek Rp 90 ribu untuk mendapatkan satu tabung ukuran 12 kilogram. Sudah harganya naik, menghilang pula di pasaran.
Kenaikan harga elpiji itu seolah menjadi kado buat mereka yang sementara siap-siap menyambut bulan suci Ramadan yang akan segera dijelang di awal September 2008.
Wajar saja jika ibu-ibu rumah tangga mengeluh panjang akibat kenaikan tersebut, karena mereka meyakini harga barang kebutuhan lainnya akan ikut terkatrol sehingga besarnya pengeluaran rumah tangga akan meleset jauh dari rencana pengeluaran bulanan rutin mereka.
Tetapi itulah risiko menjadi rakyat kebanyakan yang hanya bisa menerima setiap keputusan tanpa bisa protes. Hanya mampu pasrah dan harus ikhlas menjalani hidup suka atau tidak suka. Selengkapnya...
Betapa tidak, harga sejumlah kebutuhan pokok sudah naik lebih dulu. Kini menyusul harga gas yang naik. Padahal barang ini sangat tidak mungkin untuk tidak dibeli karena sudah merupakan kebutuhan pokok bagi setiap rumah tangga.
Celakanya, harga jual di tingkat eceran jauh melampaui harga perolehan agen dari Pertamina sebagai produsen gas elpiji. Seorang ibu rumah tangga berkisah harus merogoh kocek Rp 90 ribu untuk mendapatkan satu tabung ukuran 12 kilogram. Sudah harganya naik, menghilang pula di pasaran.
Kenaikan harga elpiji itu seolah menjadi kado buat mereka yang sementara siap-siap menyambut bulan suci Ramadan yang akan segera dijelang di awal September 2008.
Wajar saja jika ibu-ibu rumah tangga mengeluh panjang akibat kenaikan tersebut, karena mereka meyakini harga barang kebutuhan lainnya akan ikut terkatrol sehingga besarnya pengeluaran rumah tangga akan meleset jauh dari rencana pengeluaran bulanan rutin mereka.
Tetapi itulah risiko menjadi rakyat kebanyakan yang hanya bisa menerima setiap keputusan tanpa bisa protes. Hanya mampu pasrah dan harus ikhlas menjalani hidup suka atau tidak suka. Selengkapnya...
Sabtu, 23 Agustus 2008
Main Parang di Pilkada
Pilkada langsung sebagai buah reformasi yang memberi peluang bagi banyak tokoh untuk tampil sebagai bupati ataupun gubernur membutuhkan kearifan semua orang. Khususnya dalam mengelola massa masing-masing kandidat.
Massa pendukung di akar rumput umumnya kurang toleran terhadap massa kandidat ”Jagoannya” sehingga sangat rentan terjadi gesekan yang berujung pada bentrokan fisik antar sesama pendukung.
Insiden yang terjadi di Jeneponto, sekitar 90 kilometer selatan Makassar, bisa menjadi contoh terkini betapa rentannya gesekan antarpendukung kandidat bupati. Pesta demokrasi belum dimulai tetapi korban sudah mulai muncul.
Parang bagi kebanyakan orang Jeneponto sudah menyatu dalam kehidupan mereka. Parang atau bahkan badik menjadi pelengkap bagi pria Jeneponto dalam kehidupan mereka.
Mantu Bupati Jeneponto Rajamilo yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri lagi menjadi korban pemarangan massa kandidat pesaingnya dalam pilkada yang kini sementara berproses.
Pemicunya hanya soal teriakan OPPOKI yang dalam bahasa Bugis-Makassar berarti menjabat lagi terhadap pendukung saingan Radjamilo dalam pilkada. Ini menyebabkan ketegangan antarpendukung meningkat.
Akibatnya bisa diduga, bentrokan fisik antarpendukung langsung terjadi. Parang yang merupakan barang pelengkap bagi sebagian besar orang Jeneponto ikut bicara. Tak heran jika ada yang kena tebas.
Untuk menghindari jatuhnya korban di akar rumput yang tidak perlu para kandidat sejatinya turun tangan menenangkan massanya yang cenderung mengabaikan akal sehatnya.
Disinilah kemampuan kepemimpinan sang calon pemimpin dibutuhkan karena yang dibutuhkan sesungguhnya bukanlah PEMERINTAH tetapi PEMIMPIN yang arif nan bijaksana. Selengkapnya...
Massa pendukung di akar rumput umumnya kurang toleran terhadap massa kandidat ”Jagoannya” sehingga sangat rentan terjadi gesekan yang berujung pada bentrokan fisik antar sesama pendukung.
Insiden yang terjadi di Jeneponto, sekitar 90 kilometer selatan Makassar, bisa menjadi contoh terkini betapa rentannya gesekan antarpendukung kandidat bupati. Pesta demokrasi belum dimulai tetapi korban sudah mulai muncul.
Parang bagi kebanyakan orang Jeneponto sudah menyatu dalam kehidupan mereka. Parang atau bahkan badik menjadi pelengkap bagi pria Jeneponto dalam kehidupan mereka.
Mantu Bupati Jeneponto Rajamilo yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri lagi menjadi korban pemarangan massa kandidat pesaingnya dalam pilkada yang kini sementara berproses.
Pemicunya hanya soal teriakan OPPOKI yang dalam bahasa Bugis-Makassar berarti menjabat lagi terhadap pendukung saingan Radjamilo dalam pilkada. Ini menyebabkan ketegangan antarpendukung meningkat.
Akibatnya bisa diduga, bentrokan fisik antarpendukung langsung terjadi. Parang yang merupakan barang pelengkap bagi sebagian besar orang Jeneponto ikut bicara. Tak heran jika ada yang kena tebas.
Untuk menghindari jatuhnya korban di akar rumput yang tidak perlu para kandidat sejatinya turun tangan menenangkan massanya yang cenderung mengabaikan akal sehatnya.
Disinilah kemampuan kepemimpinan sang calon pemimpin dibutuhkan karena yang dibutuhkan sesungguhnya bukanlah PEMERINTAH tetapi PEMIMPIN yang arif nan bijaksana. Selengkapnya...
Jumat, 22 Agustus 2008
Korban Keteledoran
Bocah Nazar sudah berbaring tenang di alam barzah setelah dipanggil menghadap Sang Pencipta. Meski kematian dan penyebabnya merupakan rahasia Allah, namun proses kematian bocah itu memunculkan seribu tanya di hati. Bahkan protes yang cenderung makian bagi banyak orang.
Yang dituding paling bertanggung jawab atas kematian bocah berusia dua tahun tersebut adalah pihak Puskesmas Barabaraya yang dinilai teledor dan lambat memberi pelayanan. Akibat kelalaiannya itu, sang bocah wafat di pangkuan ibundanya ketika Sang Ayah sedang berjuang mencari utangan Rp 20.000 untuk biaya berobat.
Banyak yang menduga pencopotan pelaksana tugas Kepala Puskesmas Barabaraya terkait dengan kelalaian mereka menangani bocah malang tersebut sehingga wafat di pangkuan ibundanya justru di saat menunggu pelayanan medis di puskesmas tersebut.
Jika pencopotan terhadap kepala puskesmas itu merupakan hukuman kepada pejabat bersangkutan tentulah perlu mendapat respon positif. Artinya, memang harus ada yang bertanggung jawab terhadap setiap masalah yang timbul. Dan yang paling bertanggung jawab adalah top manajamen di instansi bersangkutan.
Sayangnya, kepala BKD Makassar berkelit bahwa pencopotan itu tidak terkait dengan peristiwa wafatnya bocah Nizar. Seharusya diakui saja bahwa pencopotan itu memang risiko yang harus dipikul sang pimpinan akibat ketelodoran anak buahnya.
Dan kalau pencopotan itu bukan bentuk SANKSI lalu apa sanksi terhadap pengelola puskesmas yang akibat kelalaiannya menyebabkan nyawa seorang anak manusia melayang??? Memang sulit memahami karakter dan perilaku para birokarat di negeri ini. Selengkapnya...
Yang dituding paling bertanggung jawab atas kematian bocah berusia dua tahun tersebut adalah pihak Puskesmas Barabaraya yang dinilai teledor dan lambat memberi pelayanan. Akibat kelalaiannya itu, sang bocah wafat di pangkuan ibundanya ketika Sang Ayah sedang berjuang mencari utangan Rp 20.000 untuk biaya berobat.
Banyak yang menduga pencopotan pelaksana tugas Kepala Puskesmas Barabaraya terkait dengan kelalaian mereka menangani bocah malang tersebut sehingga wafat di pangkuan ibundanya justru di saat menunggu pelayanan medis di puskesmas tersebut.
Jika pencopotan terhadap kepala puskesmas itu merupakan hukuman kepada pejabat bersangkutan tentulah perlu mendapat respon positif. Artinya, memang harus ada yang bertanggung jawab terhadap setiap masalah yang timbul. Dan yang paling bertanggung jawab adalah top manajamen di instansi bersangkutan.
Sayangnya, kepala BKD Makassar berkelit bahwa pencopotan itu tidak terkait dengan peristiwa wafatnya bocah Nizar. Seharusya diakui saja bahwa pencopotan itu memang risiko yang harus dipikul sang pimpinan akibat ketelodoran anak buahnya.
Dan kalau pencopotan itu bukan bentuk SANKSI lalu apa sanksi terhadap pengelola puskesmas yang akibat kelalaiannya menyebabkan nyawa seorang anak manusia melayang??? Memang sulit memahami karakter dan perilaku para birokarat di negeri ini. Selengkapnya...
Langganan:
Postingan (Atom)